Tuesday, 13 June 2017

Fasa & Pasang Surut Tamadun Islam di Nusantara

Setelah kita mengkaji dari berbagai macam sumber-sumber sejarah baik primer maupun sekunder, ternyata tamadun Islam di Nusantara yang sekarang mencakupi kawasan Asia Tenggara telah tumbuh dan berkembang dalam dinamika pasang surut gelombang kemajuan dan kemunduran dalam rentang waktu selama 14 abad terhitung sejak abad 8 sampai dengan abad 21 masehi.
Peta Tanah Nusantara suatu masa dahulu
Ada beberapa fasa (gelombang) sejarah Islam di nusantara. Empat gelombang pertama menuju kebangkitan awal dan empat gelombang kedua menuju kebangkitan puncak di akhir zaman (zaman keemasan).

1. Fase Initiation/Perkenalan Awal (Abad ke 8-9 M)
Fase ini dimulai dengan kedatangan rombongan para ulama dan dai yang dikirim Khalifah Sayyidina Usman bin Affan Ra. Mereka terdiri dari 13 sahabat dan tabi’in di bawah pimpinan Saad bin Abi Waqqash Ra ke kawasan Asia Tenggara dan Indochina.

2. Fase Persuation/Membina Kepercayaan (Abad 9-13 M.)
Fase ini dimulai dengan datangnya gelombang para ulama yang dipelopori ulama keluarga Abbasiyah dan para murid Syekh Abdul Qodir al-Jilani antara lain yang termasyhur : Syekh Abdullah Arief pada abad 11 M. di Aceh dan Syekh Abdullah al-Qumari di Kedah Pattani.

3. Fase Expantion/Perluasan (Abad ke 14-15 M.)
Fase ini dipelopori oleh para ulama dan dai dari keluarga Azamatkhan, antara lain :

a. Generasi pertama antara lain: 
1. Syah Ahmad Jallaludin bin Abdullah Azamatkhan, 
2. Syekh Abdul Qadir bin Abdullah Azamatkhan, 

b. Generasi kedua antara lain: 
1. Syekh Jamaludin Akbar bin Ahmad Jallaludin, 
2. Syekh Tsanaudin bin Ahmad Jallaludin yang menjadikan bukit Panau di kerajaan Cermin (cermin Makkah) di Kelantan sekarang sebagai basis kegiatan pengkaderan dan dakwah, 
3. Syekh Isa Alawi bin Syekh Abdul Qadir yang menjadikan pulau besar Malaka sebagai basis kegiatan pendidikan dan dakwah.

Kelima tokoh besar inilah yang dikenal sebagai pioneer dalam permulaan ekspansi dakwah di nusantara.

c. Generasi ketiga antara lain
1. Ibrahim Samarkandi bin Jamaludin Akbar, 
2. Barakat Zainal Alam bin Jamaludin Akbar, 
3. Syah Nur Alam bin Jamaludin Akbar, 
4. Muhammad Kebungsuan bin Jamaludin Akbar, 
5. Maulana Malik Ibarahim bin Jamaludin Kubro, 
6. Datuk Sholeh bin Isa Alawi, 
7. Datuk Kahfi bin Datuk Ahmad Pendiri Pesantren Giri Amparan Jati di Cirebon.

4. Fase Renaissance/Kejayaan (Abad ke-15 M.)
Fase ini ditandai dengan terbentuknya emperium Islam yang jaya di nusantara yang dipelopori oleh para ulama dan dai dari generasi keempat keluarga Azamatkhan yang terhimpun dalam lembaga wali pitu yg kemudian disempurnakan menjadi wali songo di tanah Jawa.   

5. Fase Crisis/Kemunduran (Abad ke 16-19 M.)
Fase ini dimulai dengan kedatangan penjajah Portugis disusul kemudian berturut-turut Inggris, Belanda dan Amerika yang secara umum menimbulkan suasana chaos dan anomali kehidupan ummat islam di seantero nusantara.

6. Re-orientation/menemukan kembali nilai –nilai dan merumuskannya dalam idealism perjuangan  (Abad ke 19-20 M.)

Fase ini ditandai dengan banyaknya generasi para putra ulama untuk belajar di Makkah dan pulang kembali ke tanah air sebagai pendidik dan penggerak perjuangan dalam jihad melawan penjajah, antara lain: Syekh Abdus Shomad al-Palimbani, Syekh Daud al-Patoni, Syekh Arsyad al-Banjari, Syekh Nawawi al-Bantani, dan lain-lain.

7. Fase Reformation (Awal abad 20 M.)
Fase ini dimulai dengan kesadaran baru dalam perjuangan yang menekankan pentingnya organisasi dan pergerakan yang dipelopori ulama antara lain : KH. Kholil Bangkalan, KH. Hasyim Asyari, KH. Ahmad Dahlan, Tuk Kenali, dan tokoh-tokoh lain seantero nusantara.

8. Fase Unification – Penyatuan (Penghujung abad 20 M. dan awal abad 21 M.) 
Fase ini sedang berlangsung yang ditandai dengan adanya kesadaran para ulama dan cendikiawan serta tokoh pemuka ummat untuk mensinergikan semua gerakan dakwah islam dalam satu kesatuan network yang terintegrasi sehingga menghasilkan kerjasama (dari sama-sama bekerja) yang efektif dan tuntas.

9. Renaissance / Kebangkitan Islam (Abad 21 M.  )
Fase yang sedang kita tunggu dan kita persiapkan secara proaktif (semoga Allah mempercepatkan).

Sumber : Petikan dari kertas kerja Jejak-Jejak Dakwah & Tasauf Wali Songo oleh Sidi KH Dhiauddin Kuswandi di Wacana Keharmonian Islam Nusantara, Kota Kinabalu, Sabah 2017. 

Saturday, 10 June 2017

Ziarah Sunan Giri - Bayi Yang Dihanyutkan Ke Laut

Syukur, 2/6/16, angah berpeluang menziarahi Makam Sunan Giri yang berada satu kota dengan Makam Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik. Secara tepatnya, sekitar 2km arah selatan dari kota Gresik. Makam Sunan Giri berada di Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

Lakaran wajah Sunan Giri
Sunan Giri adalah salah satu Wali Allah yang merupakan pejuang, penyebar Islam di Pualau Jawa, ulama bahkan juga negarawan. Sunan Giri adalah keturunan 23 Nabi Muhammad SAW. 

Info ringkas Sunan Giri yang terletak di Tangga Perkarangan Makam
Makamnya berada di atas Gunung Giri. Anakanda Sunan Giri yang bernama Sunan Dalem yang bertangungjawab membangunkan kompleks makam Sunan Giri pada tahun 1505M.



Di kompleks pemakaman Sunan Giri, terdapat dua buah pintu masuk yang masing-masing berbentuk Gapura Paduraksa yang terletak di sebelah selatan dan timur. Halaman makam Sunan Giri menyerupai empat persegi panjang yang dikelilingi tembok.

Gapura Makam Sunan Giri

Para penziarah tiada masalah besar untuk ke Makam Sunan Giri kerana lokasinya tidak lah sulit. Selain dekat dengan kota Gresik, lokasi makam Sunan Giri juga berada di daerah antara Gresik dan Surabaya. Kenderaan umum juga banyak melintasi kasawan tersebut.
Oleh kerana Makam Sunan Giri berada di atas Bukit Giri, secara tidak langsung, para penziarah juga akan terpesona dengan pemandangan alam. Bahagian dinding luar makamnya, diperbuat dari kayu jati yang dipenuhi dengan ukira-ukiran rumit yang indah. Ini lah salah satu daya pemikat Makam Sunan Giri.
Daya tarik lain juga berbentuk arkelogi dengan bentuk lain. Misalnya, Gapura Pintu masuk yang dibuat dari batu berbentuk kepala naga raja. Jika penziarah tidak mahu berjalan kaki ke Makam, dokar merupakan salah satu cadangan kenderaan untuk tiba di Makam yang berada di atas bukit.
Dokar atau kereta kuda adalah suatu tarikan sampingan kepada para penziarah yang ingin menikmati keindahan alam sekitarnya.

Kedatangan Maulana Ishak
Kisah Sunan Giri bermula ketika Maulana Ishak, seorang ulama dari Gujerat yang menetap di Pasai tertarik mengunjungi Jawa Timur, kerana ingin menyebarkan agama Islam.
Setelah bertemu dengan Maulana Rahmatullah atau Sunan Ampel iaitu saudaranya, beliau disarankan berdakwah di daerah Blambangan. Ketika itu, masyarakat Blambangan sedang ditimpa wabak penyakit. Bahkan puteri Raja Blambangan, Dewi Sekardadu, turut terjangkit. Semua tabib tersohor tidak berjaya mengubatinya.
Akhirnya Raja mengumumkan tawaran bahawa sesiapa yang berhasil mengubati Sang Dewi, jika lelaki itu akan dijodohkan dengannya dan jika perempuan akan dijadikan saudara angkat Sang Dewi. Tapi, tidak ada seorang pun yang sanggup menerima tawaran itu. Saat hampir berputus asa, Sang Prabu mengutus Patih Bajul Sengara mencari pertapa sakti.
Dalam pencarian itu, patih sempat bertemu dengan seorang pertapa sakti, Resi Kandayana namanya. Resi inilah yang member petunjuk tentang Syeikh Maulana Ishak. Rupanya, Maulana Ishak benar mahu mengubati Dewi Sekardadu, sekiranya Prabu Menak Sembuyu dan keluarganya bersedia masuk Islam. Setelah Dewi Sekardadu sembuh, syarat Maulana Ishak pun dipenuhi.
Seluruh keluarga Raja memeluk agama Islam. Setelah itu, Dewa Sekardadu dikahwinkan dengan Maulana Ishak. Sayangnya, Prabu Menak Sembuyu tidak sepenuh hati menjadi seorang muslim. Dia malah iri hati menyaksikan Maulana Ishak berhasil mengislamkan sebahagian besar rakyatnya dan berusaha menghalang syiar Islam, bahkan mengutus orang kepercayaannya untuk membunuh Maulana Ishak.
Merasa jiwanya terancam, Maulana Ishak akhirnya meninggalkan Blambangan, dan kembali ke Pasai. Sebelum berangkat, beliau hanya berpesan kepada Dewi Sekardadu yang sedang mengandung tujuh bulan agar anaknya diberi nama 'Raden Paku'. Setelah bayi lelaki itu lahir, Prabu Menak Sembuyu melampiaskan kebenciannya kepada anak Maulana Ishak itu dengan membuangnya ke laut dalam sebuah peti.

Bayi Dihanyutkan Laut
Dikisahkan, peti tersebut ditemukan oleh awak kapal dagang dari Gresik, yang sedang menuju ke Pulau Bali. Bayi itu lalu diserahkan kepada Nyai Ageng Pinatih, pemilik kapal tersebut. Sejak itu, bayi lelaki yang kemudiannya dinamai Joko Samudro (anak lelaki samudera) itu diasuh dan dibesarkannya. Menginjak usia tujuh tahun, Joko Samudro dihantar ke pesantren Maulana Rahmatullah (Sunan Ampel) untuk mendalami agama Islam.
Kerana kecerdasannya, anak itu diberi gelar ''Maulana `Ainul Yaqin''. Setelah bertahun-tahun belajar, Joko Samudro dan putera Sunan Ampel, Raden Maulana Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang) diutus beliau untuk menimba ilmu di Mekkah. Tapi, mereka harus singgah dulu di Pasai, untuk menemui Syeikh Maulana Ishak.
Rupa-rupanya, Sunan Ampel ingin mempertemukan Raden Paku dengan ayah kandungnya. Setelah belajar selama tujuh tahun di Pasai, mereka kembali ke Jawa. Pada saat itulah, Maulana Ishak membekalkan Raden Paku dengan segenggam tanah, lalu meminta anakandanya mendirikan pesantren di sebuah tempat yang warna dan bau tanahnya sama dengan yang diberikannya.
Selama 40 hari, Raden Paku bertafakur di sebuah gua. Beliau bersimpuh meminta petunjuk Allah SWT untuk mendirikan pesantren. Di tengah keheningan malam, pesan ayahnya Syeikh Maulana Ishak, kembali terngiang: ''Kelak, bila tiba masanya, dirikanlah pesantren di Gresik.''
Pesan yang tidak terlalu sukar sebetulnya. Tetapi, beliau diminta mencari tanah yang sama persis dengan tanah dalam sebuah bungkusan pemberian ayahnya.
Selesai bertafakur, Raden Paku berangkat mengembara. Di sebuah pergunungan di Desa Sidomukti, Kebomas, beliau kemudian mendirikan Pesantren Giri. Sejak itu pula Raden Paku dikenal sebagai Sunan Giri. Dalam bahasa Sanskrit, 'giri' bererti gunung.
Disekitar pergunungan itu itu sebenarnya jarang dihuni orang kerana kesulitan mendapatkan air. Akan tetapi, dengan adanya Sunan Giri, masalah air tersebut dapat diatasi. Cara Sunan Giri membuat sumur atau sumber air sangat aneh dan hanya beliau seorang yang mampu lakukan.
Tidak berapa lama kemudian, Pesantren Giri terkenal ke seluruh penjuru Jawa bahkan sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Menurut Babad Tanah Jawi, murid Sunan Giri juga bertebaran sampai ke Cina, Mesir, Arab, dan Eropah. Pesantren Giri merupakan pusat ajaran tauhid dan fikih, karena Sunan Giri meletakkan ajaran Islam di atas Al-Quran dan sunnah Rasul.
Beliau kurang berkompromi dengan adat istiadat, yang dianggap boleh merosakkan kemurnian Islam. Karena itu, Sunan Giri dianggap sebagai pemimpin kaum 'putihan', aliran yang didukung Sunan Ampel dan Sunan Drajat. Tetapi, Sunan Kalijaga menganggap cara berdakwah Sunan Giri kaku. Menurut Sunan Kalijaga pula, dakwah hendaklah menggunakan pendekatan kebudayaan.
Misalnya dengan wayang. Fahaman ini mendapat sokongan dari Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Kudus, dan Sunan Gunung Jati. Perdebatan para wali ini sempat memuncak pada perasmian Masjid Demak. 'Aliran Tuban' iaitu pembawaan kaedah dakwah Sunan Kalijaga ingin meramaikan perasmian itu dengan wayang. Tetapi, menurut Sunan Giri, menonton wayang tetap haram, karena gambar wayang itu berbentuk manusia. Akhirnya, Sunan Kalijaga mencari jalan tengah. Beliau mengusulkan bentuk wayang diubah agar menjadi nipis dan tidak menyerupai manusia. Sejak itulah wayang beber berubah menjadi wayang kulit.

Pengganti Sunan Ampel
Ketika Sunan Ampel, pemimpin para Wali Songo, wafat pada 1478, Sunan Giri diangkat menjadi penggantinya. Atas usulan Sunan Kalijaga, ia diberi gelar Prabu Satmata. Diriwayatkan, pemberian gelar itu jatuh pada 9 March 1487 M, yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Gresik.
Di kalangan Wali Songo, Sunan Giri juga dikenali sebagai ahli politik dan ketatanegaraan. Beliau pernah menyusun peraturan kerajaan dan pedoman tata cara di keraton (Istana). Pandangan politiknya pun dijadikan rujukan.
Menurut Dr. H.J. De Graaf, lahirnya berbagai kerajaan Islam, seperti Demak, Pajang, dan Mataram, tidak lepas dari peranan dan pengaruh Sunan Giri. Pengaruhnya, kata sejarawan Jawa itu, melintasi sampai ke luar Pulau Jawa, seperti Makassar, Hitu, dan Ternate. Dikatakan, seorang Raja akan sah kerajaannya kalau sudah direstui Sunan Giri.
Pengaruh Sunan Giri ini tercatat dalam naskah sejarah Through Account of Ambon, serta berita orang Portugis dan Belanda di Kepulauan Maluku. Dalam naskah tersebut, kedudukan Sunan Giri disamakan dengan Paus bagi umat Katolik Rom, atau khalifah bagi umat Islam. Dalam Babad Demak pun, peranan Sunan Giri ada dicatatkan.
Ketika Kerajaan Majapahit runtuh karena diserang Raja Girindrawardhana dari Kaling Kediri pada 1478 M, Sunan Giri dinobatkan menjadi Raja Peralihan. Selama 40 hari, Sunan Giri memangku jawatan tersebut. Setelah itu, beliau menyerahkannya kepada Raden Fatah, putera Raja Majapahit, Brawijaya Kertabhumi.


Sejak itulah, Kerajaan Demak Bintoro berdiri dan dianggap sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa. Padahal, sebenarnya, Sunan Giri yang juga bertindak sebagai Ahlul Ahli Wal Aqdi Kesultanan Demak sudah menjadi Raja di Giri Kedaton sejak 1470 M. Tetapi, pemerintahan di Giri lebih terkenal sebagai pemerintahan ulama dan pusat penyebaran Islam. Sebagai kerajaan, tidak begitu jelas sempadan wilayahnya.
Jasanya sangat besar dalam menyebarkan Islam di tanah jawa bahkan ke Nusantara. Baik dilakukan oleh beliau sendiri ataupun melalui murid-muridnya yang ditugaskan berdakwah ke luar. Walaupun Sunan Giri dikenali tegas menjaga kemurnian Islam dalam dakwah, tetapi ramai tidak tahu Sunan Giri juga berbakat besar dalam kesenian bahkan beliau turut memberi sumbangan dalam bidang berkenaan.
Sunan Giri adalah orang pertama yang mencipta Asmaradana dan Pucung dan beliau juga yang mencipta tembang-tembang (lagu) untuk anak-anak versi Islami, seperti Jamuran, Cublak-Cublak Suwing, Jithungan, dan Delikan yang sarat dengan makna dan falsafah hidup.

Jamuran

Cublak
Kini, jejak bangunan Pesantren Giri hampir tiada. Tapi, jejak dakwah Sunan Giri masih membekas. Keteguhannya memurnikan agama Islam juga diikuti para penerusnya. Sunan Giri wafat pada 1506 M dalam usia 63 tahun dan dimakamkan di Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Kerajaan Giri atau Giri Kedaton berlangsung hamper 200 tahun. Setelah kewafatan Sunan Giri, beliau digantikan anak keturunannya iaitu;
1. Sunan Dalem
2. Sunan Sedomargi
3. Sunan Giri Prapen
4. Sunan Kawis Guwa
5. Panembahan Ageng Giri
6. Panembahan Mas Witana Sideng Rana
7. Pangeran Singonegoro (bukan keturunan Sunan Giri)
8. Pangeran Singosari

Pangeran Singosari ini lah berjuang gigih mempertahankan diri dari serangan Amangkurat II yang dibantu oleh VOC dan Kapten Jongker. Sesudah kewafatan Pangeran Singosari pada tahun 1679, Kekuasaan Giri Kedaton tamat. Meskipun demikian, karisma Sunan Giri sebagai ulama besar, wali tersohor tetap abadi sepanjang zaman.

~Angah Sunan~ Jawa Timur

Enam Sebab Saya Berbangga Dengan Kemerdekaan Tanah Melayu

  1.Islam Berada Di Kedudukan Tinggi Dalam Perlembagaan   Saya sangat berbangga dalam rundingan kemerdekaan Tanah Melayu, ketika banyak nega...